Tauhid adalah meyakini keesaan Allah a dalam rububiyah, ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dengan demikian, tauhid ada tiga macam: tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah serta tauhid asma’ wa sifat. Setiap macam dari ketiga macam tauhid itu memiliki makna yang harus dijelaskan agar menjadi terang perbedaan antara ketiganya.
Pertama: Tauhid Rububiyah
Yaitu mengesakan Allah a dalam segala perbuatan-Nya, dengan meyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap makhluk. Allah berfirman:
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
“Allah menciptakan segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar: 62)
Bahwasanya Dia adalah Pemberi rizki bagi setiap manusia, binatang dan makhluk lainnya.
Allah berfirman:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rizkinya.”(QS. Hud : 6)
Dan bahwasanya Dia adalah Penguasa alam dan Pengatur semesta, Dia yang mengangkat dan menurunkan, Dia yang memuliakan dan menghinakan, Mahakuasa atas segala sesuatu.Pengatur rotasi siang dan malam, Yang menghidupkan dan Yang mematikan. Allah berfirman:
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (26) تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (27) 7
“Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki.Di tangan Engkaulah segala kebajikan.Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam.Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup.Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).”
(QS. Ali Imran: 26-27)
Jadi, jenis tauhid ini diakui semua orang. Tidak ada umat mana pun yang menyangkalnya. Adapun orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah Fir’aun. Namun demikian di hatinya masih tetap meyakini-Nya. Sebagaimana perkataan Musa kepadanya:
قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا
“Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu`jizat-mu`jizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata: dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir`aun, seorang yang akan binasa”. (QS. Al-Isra’: 102)
Ia juga menceritakan tentang Fir’aun dan kaumnya:
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا
“Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.”(QS. An-Naml: 14)
Kedua :Tauhid Uluhiyyah
Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah a dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub (mendekatkan diri) yang disyari’atkan seperti do’a, nadzar, kurban, raja’ (pengharapan), takut, tawakkal, raghbah (senang), rahbah (takut) dan inabah (kembali/taubat). Dan jenis tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, mulai rasul yang pertama hingga yang terakhir. Allah berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu’.”(QS. An-Nahl: 36)
Juga firman Allah, artinya, “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” (QS. Al-Anbiya’: 25)
Setiap rasul selalu melalui dakwahnya dengan perintah tauhid uluhiyah. Sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib, dan lain-lain, artinya, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagi-mu selain-Nya.” (QS. Al-A’raf: 59, 65, 73, 85)
“Dan ingatlah Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya, ‘Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya’.” (QS. Al-Ankabut: 16)
Dan diwahyukan kepada Nabi Muhammad:
قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama’.”(QS. Az-Zumar: 11)
Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa merealisasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah lawannya, yaitu syirik. Sedangkan Allah berfirman, artinya, “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)
Dan tauhid jenis ini adalah kewajiban pertama segenap hamba. Allah berfirman, artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak “ (QS. An-Nisa’: 36)
Ketiga : Tauhid Asma’ Wa Sifat
Yaitu beriman kepada nama-nama Allaha dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya menurut apa yang pantas bagi Allah, tanpa ta’wil dan ta’thil (menghilangkan makna atau sifat Allah), tanpa takyif (mempersoalkan hakikat asma’ dan sifat Allah dengan bertanya, “bagaimana”), dan tamtsil (menyerupakan Allah dengan makhluq-Nya), berdasarkan firman Allah:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”(QS. Asy-Syura : 11)
Allah Z menafikan jika ada sesuatu yang menyerupai-Nya dan Dia menetapkan bahwa Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Maka Dia diberi nama dan disifati dengan nama dan sifat yang Dia berikan untuk diri-Nya dan dengan nama dan sifat yang disampaikan oleh Rasul-Nya.
Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam hal ini tidak boleh dilanggar, karena tidak seorang pun yang lebih mengetahui Allah a daripada Allah a sendiri, dan tidak ada -sesudah Allah Z– orang yang lebih mengetahui Allah a daripada Rasul-Nya. Maka barangsiapa yang mengingkari nama-nama Allah Z dan sifat-sifat-Nya atau menamakan Allah a dan menyifati-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk-Nya, atau men-ta’wil-kan dari maknanya yang benar, maka dia telah berbicara tentang Allah a tanpa ilmu dan berdusta terhadap Allah a dan Rasul-Nya.
Allah berfirman:
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
“Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?”(QS. Al-Kahfi: 15)
Demikian uraian singkat mengenai “Makna Tauhid dan Macam-Macamnya”, semoga bermanfaat. [1]
Oleh: Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-fauzan
Wallohu a’lam
[1] Dinukil dan diringkas oleh Amar Abdullah dari kitab “at-Tauhid Lishshoffi al-Awwal al-‘Aliy”. Edisi Bahasa Indonesia : Kitab Tauhid 1, Darul haq, Jakarta, Cet.III, Th. 2000 M, hal. 19-24, 53-57, dan 97-100, dengan gubahan.
Sumber : www.alsofwah.or.id