Salah satu bukti kebenaran syahadat risalah adalah hendaknya seorang muslim mencintai Rasulullah z melebihi cintanya kepada istri, anak-anak, orang tua, keluarga, harta benda bahkan diri sendiri. Hal ini sudah digariskan oleh al-Qur`an dan sunnah.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

(QS. At-Taubah: 24)

Imam al-Bukhari p juga meriwayatkan dari Abu Hurairah f dari Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, salah seorang dari kalian tidak beriman sehingga dia lebih menyintai aku daripada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia.”

 

Apa yang diraih oleh seorang hamba dengan menyintai Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam melebihi…

Pertama, meraih manisnya iman, hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah z dalam hadits Anas bin Malik f yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim r, “Ada tiga perkara, barangsiapa ketiga perkara tersebut terdapat pada dirinya niscaya dia merasakan manisnya iman: Hendaknya dia lebih mencintai Allah dan rasulNya melebihi selain keduanya. Hendaknya dia mencintai seseorang hanya karena Allah semata. Hendaknya dia menolak kembali kepada kekufuran setelah Allah mengentaskannya darinya seperti dia tidak berkenan jika dicampakkan ke dalam api neraka.

Kedua, menemani dan meyertai Nabi z di akhirat. Imam al-Bukhari q meriwayatkan dari Anas f bahwa ketika Rasulullah z sedang bersabda kepada para sahabat h, datang seorang laki-laki, dia berkata, “Ya Rasulullah, kapan Kiamat terjadi?” Nabi z menjawab, “Apa yang kamu siapkan?” Dia menjawab, “Cinta kepada Allah dan rasulNya.” Nabi z menjawab, “Kamu bersama orang yang kamu cintai.” Anas f berkata, “Aku mencintai Allah, rasulNya, Abu Bakar dan Umar, aku berharap bisa bersama mereka dengan cintaku kepada mereka walaupun aku tidak beramal seperti amal mereka.”

Teladan para sahabat

Dalam perang Uhud Abu Thalhah f menjadikan dirinya sebagai perisai hidup di depan Rasulullah z, dia membusungkan dadanya menyonsong anak panah orang-orang musyrik yang mengarah kepada Rasulullah z. Anas f berkata, “Ketika perang Uhud terjadi orang-orang menjauhi Rasulullah z, namun Abu Thalhah f berdiri di depan beliau melindungi beliau dengan perisai kulitnya. Abu Thalhah f adalah seorang pemanah ulung. Pada perang ini dia mematahkan dua atau tiga busur. Seorang laki-laki lewat di dekat Rasulullah z dengan menjinjing satu tabung anak panah, Rasulullah z bersabda kepadanya, “Berikan anak panah itu kepada Abu Thalhah.” Anas f berkata, “Nabi z mengawasi musuh, maka Abu Thalhah f berkata kepada beliau, “Bapak dan ibuku sebagai tebusanmu, janganlah engkau mengawasi musuh, karena engkau bisa terkena anak panah, biarkan leherku yang menyongsong anak-anak panah ini agar ia tidak mengenai lehermu.” (HR. Al-Bukhari)

Imam Muslim p meriwayatkan dari Anas f bahwa pada perang Uhud Rasulullah z terpisah dari pasukan bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy, pada saat pasukan musyrikin menekan beliau, beliau bersabda, “Siapa yang berani menghadang mereka sehingga mereka tidak menyentuh kami niscaya untuknya surga?” Dalam riwayat, “Menjadi temanku di surga.” Maka salah seorang dari Anshar maju, dia bertempur hingga gugur. Musuh semakin meningkatkan serangannya, maka Nabi z bersabda, “Siapa yang berani menghadang mereka sehingga mereka tidak menyentuh kami niscaya untuknya surga?” Dalam riwayat, “Menjadi temanku di surga.” Maka orang Anshar kedua maju bertempur hingga dia gugur, begitu seterusnya hingga ketujuh orang Anshar tersebut gugur seluruhnya. Maka Rasulullah z bersabda kepada dua orang Quraisy, “Kita tidak bersikap obyektif kepada sahabat-sahabat kita.”

Sepulang dari Uhud kaum muslimin menyambut Rasulullah z, seorang wanita dari Bani Dinar diberitahu bahwa suaminya, bapaknya dan saudaranya gugur dalam perang ini. Dia justru bertanya, “Apa kabar Rasulullah z?” Orang-orang menjawab, “Wahai ibu fulan, beliau baik-baik saja, segala puji bagi Allah Z, beliau seperti yang engkau harapkan.” Wanita tersebut berkata, “Mana beliau, tunjukkanlah beliau kepadaku. Aku ingin melihatnya.” Maka orang-orang menunjuk ke arah Rasulullah z. Pada saat itu wanita tersebut bergumam, “Musibah apa pun tidak berarti asalkan engkau selamat.”

 

Mencintai sunnah Nabi z

Sunnah berarti thariqah (jalan, riwayat hidup), maka sunnah Rasulullah z adalah jalan hidup Rasulullah z yang tertuang dalam sabda, perbuatan dan taqrir (ketetapan) beliau.

Mencintai Rasulullah z berarti mencintai sunnah beliau, karena sunnah adalah beliau, sabda dan perbuatan serta sifat beliau, mencintai sunnah beliau berarti mengamalkannya, menerapkannya dalam hidup, mendakwahkannya, menyebarkannya dan membelanya di depan orang-orang yang melecehkannya.

Teladan dari sahabat

Imam al-Bukhari dan Muslim r meriwayatkan dari Ibnu Umar dari Nabi z bersabda, “Jika istrimu meminta izin ke masjid maka janganlah kamu melarang.” Maka Bilal bin Abdullah berkata, “Demi Allah, kami akan melarangnya.” Rawi berkata, maka Abdullah bin Umar memandangnya dan mencelanya dengan buruk, aku tidak pernah mendengarnya mencela seperti itu. Abdullah berkata, “Aku mengatakan dari Rasulullah z sementara kamu berkata, ‘Demi Allah, kami akan melarangnya.”

Ibnu Abbas f berkata, “Hampir saja batu turun dari langit atas kalian, aku berkata kepada kalian, ‘Rasulullah z bersabda.’ Sementara kalian menentangnya dan mengatakan, ‘Tapi Abu Bakar dan Umar berkata.”

 

Perkataan Para Imam

Termasuk mencintai sunnah Rasulullah z yang merupakan bagian tak terpisahkan dari cinta Rasulullah z adalah mendahulukan ajaran beliau di atas kata-kata siapa pun. Mendahulukan sabda Nabi z di atas ucapan siapa pun merupakan kesepakatan para ulama dan para imam tidak terkecuali Imam yang empat: Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad q.

Abu Hanifah p berkata, “Jika aku mengatakan sesuatu yang menyelisihi kitab Allah a dan berita Rasulullah z maka tinggalkanlah perkataanku.” “Tidak halal bagi seseorang mengambil ucapan kami selama dia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.”

Malik p berkata, “Tidak seorang pun setelah Rasulullah z kecuali perkataannya diambil dan ditinggalkan selain Nabi z.”
“Aku hanya manusia, terkadang salah dan terkadang benar, perhatikanlah pendapatku, apa yang sesuai dengan al-Qur`an dan sunnah ambillah dan apa yang menyelisihi keduanya tinggalkanlah.”

Asy-Syafi’i p berkata, “Kaum muslimin telah bersepakat bahwa siapa yang mengetahui sunnah Rasulullah z, maka dia tidak boleh meninggalkannya karena ucapan seseorang.” “Semua hadits shahih dari Nabi z adalah pendapatku walaupun kamu tidak mendengarnya dariku.” “Jika kamu mendapatkan sesuatu di dalam kitabku yang menyelisihi sunnah Rasulullah z maka ambillah sunnah dan buanglah ucapanku.”

Ahmad p berkata, ”Siapa yang menolak hadits Rasulullah z maka dia berada di bibir jurang kebinasaan.” “Pendapat al-Auza’i, pendapat Malik, pendapat Abu Hanifah, semua itu adalah pendapat. Bagiku ia sama. Hujjah ada pada atsar.” “Jangan bertaklid kepadaku, jangan bertaklid kepada Malik, asy-Syafi’i, al-Auza’i dan ats-Tsauri. Ambil dari mana mereka mengambil.”

Wallahu a’lam.

Izzudin Karimi.

Sumber : alsofwa.or.id

Leave a reply "Mencintai Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam"

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Rating*